Malam itu saya terduduk di serambi depan
Menyeruput segelas susu cokelat yang hangat
Sang angin sedang tidak bersahabat
Sudah tahu dingin, angin masih saja bertiup
Langit tiada berbintang dan berawan
Tiada pula saya mendengar suara jangkrik yang rajin bernyanyi
Hanya ada titik-titik cahaya kecil di angkasa menemani saya
Dinginnya kayu serambi serta sekepul asap melayang dari gelas susu
Disitulah saya melihatnya
Setitik sinar panjang terpampang di tengah kegelapan malam
Satu, dua, tiga, empat
Kemudian bertambah menjadi banyak
Alangkah menariknya ketika saya melihat mereka
Menari, bercanda tawa, tetapi tiada suara yang keluar
Tak ada musik yang mengiringi tarian mereka
Mereka bergerak mendekati saya saat itu
Berusaha menggapai dan menyapa
Seolah mereka terdiam dan berbisu
Gravitasi menarik mereka
Namun mereka jatuh tak bersuara
Hanya berkomunikasi dengan gerakan statis, lurus, tetapi menarik
Seperti menari
Sayang jarak kami tak begitu dekat
Saya hanya melambaikan tangan ke mereka
Dan mereka melambai kembali
Hati kecil saya kemudian berkata
“Buatlah permohonan.”
Lalu saya menggumamkan permohonan saya
Saya berpikir
Apakah mereka mendengarkan apa yang saya inginkan?
Apakah mungkin mereka akan mengabulkannya?
Ah terserahlah tentang itu
Yang penting saat itu saya tiba-tiba tidak merasa sendirian saya
Malam yang kelam dan sunyi
Mendadak menjadi berwarna karena kehadiran mereka
Beberapa saat kemudian mereka pun lenyap satu persatu
Hilang entah mungkin sang bumi menelan mereka
Langit pun kembali seperti semula
Gelap dan tiada berbintang
Susu coklat saya sudah mendingin dan jam menunjukkan pukul 1 dini hari
Kaki ini sungguh terasa berat bagi saya untuk bergerak
Rasanya saya tidak ingin meninggalkan serambi ini
Atau tepatnya, saya tidak ingin mereka meninggalkan saya
Tapi saya yakin saya akan bertemu dengan mereka lagi
Agustus tahun depan…