Pages

Thursday, February 25, 2010

come to think of it

Is it true that when you don’t wish for something, that thing comes to you, but when it’s gone, you beg for it to return but it never happens?

Tuesday, February 23, 2010

hari ini tahun lalu

23 februari 2009

hawa dingin musim dingin menusuk
saya larut dalam kebahagiaan yang datang bertubi-tubi kala itu
segelintir gambar terlintas
pancarkan warna warni gemerlap
mengendap di pikiran seolah tak ingin pergi
terekam dalam diri

tawa canda menghantui
lagu-lagu itu bagai terputar di benak dengan sendirinya
ah, pasti mimpi

hati bersukacita
pikiran terasa ringan
otak bagai terlempar jauh ke angkasa
tinggi, tinggi sekali

aku terbang
mulut membuka, mengucapkan dua patah kata
"aku bebas!"
kegembiraan yang sungguh tak dapat dijelaskan dengan kata-kata

"lihat aku! aku terbang tinggi, jauh sekali dari tempatmu.
aku dapat tertawa bebas di tempat ini
melepaskan segala rasa letih yang ada
sementara kau mendekam di sana
menjalani kehidupan yang tiada pernah berubah!"

bisik hati kecilku
"ini cuma sebuah pelarian
kamu tak bisa mengharapkan ini untuk berakhir selamanya
cepat atau lambat kamu akan kembali
kamu relakan lidahmu ucapkan dusta
untuk menyembunyikan rasa sukacitamu
di surga dunia ini."

mulanya saya tak mengharapkan ini semua terjadi
semua terjadi hanya begitu saja
dan semua keraguan berganti sukacita

hingar bingar itu perlahan lenyap
ditelan waktu

23 februari 2010

mataku terpaku
pada tulisan-tulisan yang berbaris rapi di hadapanku
setahun sudah
dan surga dunia itu walau bagaimanapun harus berakhir pula

setahun sudah
dan sukacita perlahan hilang
hingar bingar pawai berubah menjadi ruangan dingin
hawa dingin musim dingin menjadi hawa dingin musim hujan
warna warni dan kelap kelip lampu menjadi warna biru pucat
suara jeritan dan tawa menjadi sepi senyap

hanya ada saya sendiri
serta tulisan-tulisan
memandang saya tajam dengan ragu
jam dinding menuntut untuk berjalan terus
menyusuri kata demi kata
pertanyaan demi pertanyaan

tangan tergores, membentuk bulat hitam
saya menatap kosong tulisan-tulisan di depan muka
yang kemudian kabur
berganti oleh kelap kelip lampu
sesaat saya kembali ke masa itu
suara pawai, terompet, dan lagu gembira terputar di benak
tawa canda anak-anak membahana di sekitar saya

saya kembali larut dalam kegembiraan itu
saya kembali ke surga dunia
saya kembali ke sukacita sesaat

saya seperti mabuk
dibutakan oleh kesenangan
kembali saya tenggelam
dalam suasana tanggal 23 februari 2009

tatkala lonceng berbunyi
semua gambar pudar
kelap kelip dan warna warni lampu
suara bising pawai
menjadi kabur...perlahan hilang

sekarang
hanya ada saya dan tulisan-tulisan ini
lembar kertas biru ini
dan sebatang alat penentu masa depan
di tanggal 23 februari 2010

sekarang setahun kemudian,
hati saya meronta
"bawalah saya kembali ke masa itu
sebuah pesta kecil tanggal 23 februari 2009
saya ingin rasakan semua pelarian
menyimpan segala rasa bersalah yang ada
mengucapkan dusta itu lagi!"



23 februari 2009
hanya hidup dalam kenangan
yang tinggal menunggu untuk diputar kembali

Friday, February 5, 2010

kosong.

Ruangan ini begitu kecil
Begitu pengap
Debu menutupi lantai
Masuki paru-paru

Gelap
Aku buta karenanya
Dinding-dinding ini begitu tinggi
Jendela tertutup
Seperti mendung menghalangi surya
Percuma saja tangan kecil ini menggapainya
Membuka mendung itu

Namun sia-sia saja
Aku pun terjatuh,
Terjatuh
Di lubang yang rasanya tak berdasar

Saat kubuka mata
Ruangan kecil inilah yang kembali menyambutnya
Sial
Ingin rasanya otot-otot ini merenggang
Berhenti untuk tegang

Tak terasa
Ruangan ini terasa semakin sempit
Pita suaraku tertahan, terdorong
Isi otakku ingin keluar
Jantungku berdetak tak keruan
Seolah, badan ini tahu apa yang kurasakan

“Tolong aku!”
Aku didera olehnya!
Namun tak seorang pun mendengar
Tebalnya dinding nan mendung meresap suaraku
Ruangan ini semakin sempit
Menghimpit tubuh kecilku

“Tolong aku!”
Suaraku hilang ditelan udara
Tak pekakah telinga mereka?
Telinga yang tersumbat
Oleh bualan-bualan belaka

Perlahan tubuhku hancur dihimpit sang mendung
Lalu hilang, kosong


................

kami bukan tikus

Hei kawan
Ada sesuatu yang ingin kutanya
Tahukah engkau apa itu tikus?

Lalu engkau jawab,
Oh tikus itu hewan kecil
Suka berdiam di lubang-lubang rumah
Atau bersembunyi di kotornya got

Lanjut engkau,
Oh tikus itu hewan kotor
Keju busuk dan sampahpun
Dimakannya

Lanjut engkau,
Oh tikus itu hewan yang dibenci
Kehadirannya tak diinginkan manusia
Begitu jijik mereka selalu muak melihat tikus

Lanjut engkau,
Oh tikus itu hewan yang tak berdaya
Betapa rapuh dan lemahnya mereka
Tak usah kau gunakan racun
Diinjakpun mereka sudah mati

Tetapi,
Tahukah engkau, wahai kawan?
Bahwa seekor tikus kecilpun
Memiliki harapan besar
Untuk dikenal, disegani, diakui
Disayang sebagaimana ia memiliki majikan
Layaknya manusia
Yang memanjakan kucing-kucing mereka

Tahukah engkau, wahai kawan?
Tikus-tikus ini ingin berseru
Namun suara cit-cit mereka
Hanya akan diabaikan

Tahukah engkau, wahai kawan?
Kami pun juga begitu
Kami mungkin kecil
Tapi dengarkanlah suara cit-cit kami
Kami tak tinggal di got
Kami tak makan keju buangan
Kami tak kotor atau jijik

Tahukah engkau kawan?
Kami tak seperti yang engkau kira
Karena,
Kami bukan tikus

Jakarta, 29 Oktober 2009

genderang perang

jangan mulai dulu
aku belum siap
kau pun belum
kita saling menahan
rasa panas di dalam

tetapi kau pun akhirnya tak dapat membendung
genderang perang belum berbunyi
tapi kau sudah menembakkan amarah
kata-kata pedas menjadi peluru

kau menikamku dengan pisau kepedihan
laras panjang kau arahkan
jari menarik pelatuk angkara murka
DOR

kecewa
sungguh aku kecewa padamu
kau merubah segalanya

firdaus yang dahulu kurasakan
kau ubah jadi neraka jahanam
gemerincing tawa geli
kau ubah jadi panas sunyi
udara yang hangat
kau ubah jadi badai salju
rasa cinta
kau ubah jadi benci, dendam

dimana kebahagiaan itu?
kau sembunyikan dimana?
kau buang dimana?
tak dapatkah kau merasakan?
ada kehangatan dan keceriaan
yang dulu pernah ada?

atau kau malah iri
karena kau tak pernah merasakannya?
kau tak BISA merasakannya?
apa karena itulah
kau membuangnya?

sungguh
aku sebenarnya menyayangimu
tapi kau membuang muka
kau pandang aku dengan tatapan jijik
hingga akhirnya
medan perang ini harus ada

"kita semua sama!"
tak dapatkah kau mengerti?
kita sama-sama berbagi tawa
kita sama-sama berbagi cuap
tenggelam bersama dalam kebahagiaan

tapi kau hanya memandang dari sudut sana
terdiam, sesaat menoleh
kupingmu tertutup rapat
dari hingar bingar yang ada
buta dalam kesenangan seorang diri

kemanakah semua kenangan manis itu?
akankah kita temukan kembali?
serpih demi serpih yang kini telah hilang?
lalu kita satukan kembali?
mengulang semua dari awal?
berpura-pura seolah ini tak pernah terjadi?

aku selalu berharap
dapat kembali ke masa-masa itu
dimana kita dapat menggali tawa yang terkubur
mencari yang tersisa
menata kembali serpihan-serpihan itu
kembali seperti semula
hanya itu yang kumau

tapi nasi sudah menjadi bubur
apa daya
genderang perang
mau tak mau harus berbunyi
perang telah dimulai
tak dapatkah seorang mendengar?

(aku masih menyayangimu)

satu kata akan ketidakadilan

Kau tuliskan satu kata
Mengandung ribuan makna
Hanya berujung dengan tanda tanya
Lalu terlontarlah kata tersebut
dalam pertanyaan yang kau tulis

Kenapa?
Satu kata akan adanya ketidakadilan di dunia
Kenapa begini, begitu?
Kenapa ini terjadi, itu terjadi?
Kenapa ia tidak membalas cintamu?
Kenapa manusia saling membenci?
Kenapa manusia saling membunuh?
Kenapa ia tak kunjung datang?
Kenapa manusia begitu egois?
Kenapa manusia dipermainkan oleh kenyataan?
Kenapa keberuntungan hanya terjadi sesaat?
Kenapa pertemuan manis berakhir begitu cepat?
Kenapa lelaki bercinta dengan lelaki,
perempuan bercinta dengan perempuan?
Kenapa hujan tidak turun di musim kering?
Kenapa sang ayah yang berpisah dengan sang ibu?
Kenapa ajal menjemput begitu cepat?
Kenapa ada yang lemah dan ada yang kuat?
Kenapa mereka yang tak memiliki apapun sanggup tidur beralaskan semen tepi jalan,
sementara mereka yang lain tidur beralaskan kasur hangat?
Kenapa waktu berjalan dengan cepat?
Kenapa selalu ada perpisahan?
Kenapa tak seorangpun bisa mengubah bubur menjadi nasi?
Kenapa, kenapa?

Pertanyaan itu terus mengalir dari mulutmu
Bendunglah pertanyaan itu
Dengan jawabannya

Adakah seorang memilikinya?
Dari sekian banyak KENAPA yang muncul di benak jutaan manusia di muka bumi ini
Untuk itulah kita hidup bung
Untuk mencari jawaban dan KENAPA yang terlintas di benak kita masing-masing
Untuk mencari jawaban yang tersebar di seluruh bumi ini

Jawaban yang kita itu bukanlah pintu gerbang jalan tol
Melainkan akhir dari jalan kecil
Sempit, dan berliku
Yang kita takkan pernah tahu
Kapan jalan itu akan berakhir

Thursday, February 4, 2010

senyummu warnai duniaku

Selembut lembayung senja

Selebar pelangi usai rintik hujan

Kulihat kau di balik itu

Berdiri dengan bangga di atas sana

Menorehkan itu di bibirmu yang tipis

Untaian putih cemerlang

Berderet dengan rapinya

Kesempurnaan terpancar


Matamu sendu

Tidak berbinar-binar

Wajahmu serentak berseri

Sebagaimana untaian putih

merapat, berbaris rapi di mulutmu

memancarkan pesona

Deretan putih yang seolah berkata,


"Lihatlah aku!

begitu putih,

sempurna,

cemerlang!

Sehingga tiadalah yang tak mengagumiku."


Kala itu kau tersipu

Menyembunyikan semua kejayaanmu

Aku ingin tertawa melihat pipimu memerah

Kawan, kau mengingatkanku akan sang surya

Yang bersembunyi dengan malu

Terpukau akan kilaunya sendiri

Dari balik garis langit


Keluarlah dari sana, kawan

Pancarkanlah sinar agung itu

Tertawalah

Tersenyumlah


Janganlah kau sembunyikan

Pesona yang ada dalam dirimu

Janganlah kau sembunyikan

Hangatkan hatiku

Cerahkanlah hariku

Warnailah duniaku

Dengan kilauan yang menepis segala lara

Senyuman

Yang terlukis di bibirmu




LinkWithin