Bola besi
Berdiri tegak di puncak papan
Kokoh dan kuat fisiknya
Bersandar ia pada tahtanya
Kilau perak permukaannya
Bermandikan mentari emas
Tiada yang menandingi
Bola besi
Telinganya terbuka lebar
Dihujani pujian demi pujian
Senyum terukir di wajahnya
Pujian demi pujian
Tatkala sang pohon terpekur
Burung bersujud menyembah
Tikus bertepuk tangan
Terpukaulah mereka
Memandang tinggi si bola mungil
Takjub akan keindahannya
Di atas sana
Tatkala
Sang angin datang
Menghempas, meniup
Tidak, ia tidak diundang
Kencang pun tidak begitu
Hadir untuk bertegur sapa
Atau malah mungkin sebaliknya?
Pikir si bola besi, cemas
Angin menyentuh wajahnya
Pelan dan halus
Menggurat senyum
Tapi tidak begitu!
Pikir si bola besi, cemas
Senyum di wajah bola besi pudar
Berganti kerut
Papan yang dipijaknya
Yang dijadikan singgasana olehnya
Berguncang hebat
Tumpuan kecil tak kuat
Bagaimanapun juga
"Aku adalah sang bola besi!
Terkuat dari segalanya!
Aku adalah raja!"
Jerit hati bola besi
Namun alangkah malangnya bola itu
Sebab ia tak dapat melawan hukum alam
Bagaimanapun juga
Ia adalah besi!
Musuh sang gravitasi
Keseimbangan tak berpihak padanya
Jadilah sang besi menghujam bumi
Berteriak sejadinya
Marah terhadap angin
Marah kepada alam
Tenggelam dalam air mata di bawah sana
Berkawan dengan muram durja
Kelam menyelimuti
“Salahmu, angin, salahmu!
Semua salahmu!”
Bola besi geram
Sang angin berhenti sejenak
Menatap bingung
Pikirlah ia, apa tiupannya terlalu kencang?
Angin bersungging senyum
“Tidak mungkin
Hanya tiupan kecil, bola besi sayang
Bukanlah badai
Lihatlah,
Pohon saja tidak tumbang
Burung tak terhempas
Matahari tak mengeluh
Oleh keberadaanku”
Pikir sang angin,
Berhakkah ia disalahkan?
Pantaskah ia diadili?
Perlukah ia menaruh belas kasih
Ataukah bola besi yang murung itu
Tak dapat menahan bebannya dirinya?
Sang angin menggeleng
Berdecak sebentar
Lalu berlalu
Tersenyum puas
Meninggalkan bola besi itu larut dalam duka
Cupertino 03/07/11
No comments:
Post a Comment